Belajar Melihat Batin
Resensi ini pernah dimuat pada tanggal 11 Oktober 2012 di media.kompasiana.com
Peresensi : Anggono Wisnudjati
Judul Buku : Titik Hening: Meditasi Tanpa Objek
Penulis : J. Sudrijanta, SJ.
Penerbit : Kanisius, Yogyakarta, 2012
Tebal : 207p.
ISBN : 978-979-21-3136-9
Harga : Rp 32.000,00
Tidak semua orang peduli untuk apa ia hidup tapi semua orang pasti ingin tahu bagaimana cara bahagia. Keinginan tersebut jadi motor bagi manusia untuk mengoptimalkan rasionya. Perkembangan ilmu pengetahuan adalah salah satu hasil dari keberanian manusia dalam berpikir. Hanya saja teknologi yang sudah berkembang begitu pesat belum menjawab kerinduan manusia pada tiadanya penderitaan. Manusia masih terus mencari.
Proses pencarian manusia bukan hanya terarah keluar dirinya tapi juga ke dalam dirinya sendiri. Meditasi dapat disebut sebagai contoh pencarian ke dalam. Pada bagian pendahuluan, penulis buku menjelaskan bahwa dari segi metodologi, meditasi dibagi ke dalam dua kelompok yaitu meditasi dengan objek dan meditasi tanpa objek (hlm. 7). Perbedaan kedua jenis meditasi dapat dilihat dari tujuan dan sarana yang digunakan dalam menggapainya.
Bila meditasi dengan objek memiliki tujuan beragam, misalnya ketenangan dan kedamaian, maka meditasi tanpa objek hanya punya satu tujuan yaitu sadar dari saat ke saat dalam waktu yang lama (hlm. 14). Hal yang disadari adalah gerak batin, tubuh, objek-objek yang tercerap indera, dan objek-objek dalam batin (hlm. 32). Demikian pula dengan sarana yang dipakai. Penulis buku menjelaskan kalau meditasi dengan objek mempunyai jangkar atau fokus yang berbeda-beda. Ada yang memfokus pada nafas, rasa-perasaan tubuh, pendarasan kata-kata suci, dll. Ada pun meditasi tanpa objek menjadikan gerak batin sebagai ruang bagi kesadaran untuk tumbuh dan berkembang (hlm. 33).
Dari tujuan dan sarana meditasi tanpa objek dapat terlihat kalau ada dua hal penting yang perlu diketahui jika ingin berlatih meditasi ini. Kedua hal tersebut adalah objek dan gerak batin. Apa yang termasuk objek dan apa yang termasuk gerak batin?
Bagian pertama dari buku yang terbagi atas dua bagian ini menjawab pertanyaan tersebut. Bagian pertama buku adalah transkrip sesi dialog J. Sudrijanta, penulis buku sekaligus pendamping retret meditasi tanpa objek, dengan para peserta retret atau retretan. Sementara bagian kedua dari buku berisi testimoni dari beberapa retretan.
Lewat transkrip dialog, pembaca dapat paham bahwa yang disebut objek dapat masuk ke batin melalui indera-indera dan pikiran. Misalnya aroma pepohonan, cubitan pada lengan, dan ingatan-ingatan yang datang. Sedangkan gerak batin ialah reaksi batin saat objek-objek itu datang. Reaksi batin itu bisa berupa keinginan, kebencian, ketakutan, harapan, dll. (hlm. 32).
Melalui bagian testimoni, pembaca dapat merasakan apa yang dialami para retretan. Kesulitan-kesulitan, tantangan-tantangan, juga buah-buah yang mereka dapat saat melakukan meditasi tanpa objek. Kita selalu dapat belajar dari pengalaman orang lain, bukan?
Bagian lampiran buku yang ditulis imam jesuit ini juga menarik. Di sana penulis mentranskripkan salah satu sesi meditasi yang dilakukan kala retret 10 hari di Cibulan tahun 2011. Transkrip yang cermat membuat pembaca dapat sedikit mencicipi apa yang dilakukan dan dialami para retretan meditasi tanpa objek.
Memang meditasi tanpa objek tidak menjamin pelakunya dapat kebal dari kesulitan-kesulitan hidup. Apalagi seketika menjadi manusia yang bahagia hingga akhir hayat macam kisah-kisah dongeng. Namun, melaui meditasi ini, pelakunya dapat menyadari bahwa mengamati gerak batin merupakan sesuatu yang berharga untuk dilakukan dalam keseharian (hlm. 106). Mengetahui apa yang terjadi dalam batin dan apa yang berlangsung di luar batin membuat manusia tidak terseret dan hanya ikut arus kebiasaan belaka. Keheningan yang hadir memungkinkan manusia jadi otentik dan apa adanya dalam menjalani keseharian.
Peresensi : Anggono Wisnudjati
Judul Buku : Titik Hening: Meditasi Tanpa Objek
Penulis : J. Sudrijanta, SJ.
Penerbit : Kanisius, Yogyakarta, 2012
Tebal : 207p.
ISBN : 978-979-21-3136-9
Harga : Rp 32.000,00
Tidak semua orang peduli untuk apa ia hidup tapi semua orang pasti ingin tahu bagaimana cara bahagia. Keinginan tersebut jadi motor bagi manusia untuk mengoptimalkan rasionya. Perkembangan ilmu pengetahuan adalah salah satu hasil dari keberanian manusia dalam berpikir. Hanya saja teknologi yang sudah berkembang begitu pesat belum menjawab kerinduan manusia pada tiadanya penderitaan. Manusia masih terus mencari.
Proses pencarian manusia bukan hanya terarah keluar dirinya tapi juga ke dalam dirinya sendiri. Meditasi dapat disebut sebagai contoh pencarian ke dalam. Pada bagian pendahuluan, penulis buku menjelaskan bahwa dari segi metodologi, meditasi dibagi ke dalam dua kelompok yaitu meditasi dengan objek dan meditasi tanpa objek (hlm. 7). Perbedaan kedua jenis meditasi dapat dilihat dari tujuan dan sarana yang digunakan dalam menggapainya.
Bila meditasi dengan objek memiliki tujuan beragam, misalnya ketenangan dan kedamaian, maka meditasi tanpa objek hanya punya satu tujuan yaitu sadar dari saat ke saat dalam waktu yang lama (hlm. 14). Hal yang disadari adalah gerak batin, tubuh, objek-objek yang tercerap indera, dan objek-objek dalam batin (hlm. 32). Demikian pula dengan sarana yang dipakai. Penulis buku menjelaskan kalau meditasi dengan objek mempunyai jangkar atau fokus yang berbeda-beda. Ada yang memfokus pada nafas, rasa-perasaan tubuh, pendarasan kata-kata suci, dll. Ada pun meditasi tanpa objek menjadikan gerak batin sebagai ruang bagi kesadaran untuk tumbuh dan berkembang (hlm. 33).
Dari tujuan dan sarana meditasi tanpa objek dapat terlihat kalau ada dua hal penting yang perlu diketahui jika ingin berlatih meditasi ini. Kedua hal tersebut adalah objek dan gerak batin. Apa yang termasuk objek dan apa yang termasuk gerak batin?
Bagian pertama dari buku yang terbagi atas dua bagian ini menjawab pertanyaan tersebut. Bagian pertama buku adalah transkrip sesi dialog J. Sudrijanta, penulis buku sekaligus pendamping retret meditasi tanpa objek, dengan para peserta retret atau retretan. Sementara bagian kedua dari buku berisi testimoni dari beberapa retretan.
Lewat transkrip dialog, pembaca dapat paham bahwa yang disebut objek dapat masuk ke batin melalui indera-indera dan pikiran. Misalnya aroma pepohonan, cubitan pada lengan, dan ingatan-ingatan yang datang. Sedangkan gerak batin ialah reaksi batin saat objek-objek itu datang. Reaksi batin itu bisa berupa keinginan, kebencian, ketakutan, harapan, dll. (hlm. 32).
Melalui bagian testimoni, pembaca dapat merasakan apa yang dialami para retretan. Kesulitan-kesulitan, tantangan-tantangan, juga buah-buah yang mereka dapat saat melakukan meditasi tanpa objek. Kita selalu dapat belajar dari pengalaman orang lain, bukan?
Bagian lampiran buku yang ditulis imam jesuit ini juga menarik. Di sana penulis mentranskripkan salah satu sesi meditasi yang dilakukan kala retret 10 hari di Cibulan tahun 2011. Transkrip yang cermat membuat pembaca dapat sedikit mencicipi apa yang dilakukan dan dialami para retretan meditasi tanpa objek.
Memang meditasi tanpa objek tidak menjamin pelakunya dapat kebal dari kesulitan-kesulitan hidup. Apalagi seketika menjadi manusia yang bahagia hingga akhir hayat macam kisah-kisah dongeng. Namun, melaui meditasi ini, pelakunya dapat menyadari bahwa mengamati gerak batin merupakan sesuatu yang berharga untuk dilakukan dalam keseharian (hlm. 106). Mengetahui apa yang terjadi dalam batin dan apa yang berlangsung di luar batin membuat manusia tidak terseret dan hanya ikut arus kebiasaan belaka. Keheningan yang hadir memungkinkan manusia jadi otentik dan apa adanya dalam menjalani keseharian.
0 comments:
Post a Comment