Syahadat para Rasul menyebutkan bahwa kita percaya akan Kristus….
“yang naik ke Surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang Mahakuasa…”
Ada sejumlah orang yang mempertanyakan arti kalimat ini, sebab dengan
Kristus duduk di “sebelah kanan Allah” maka sepertinya ada dua Allah
yang dibicarakan di sini. Bagaimana memahami istilah ini? Mari mengacu
kepada penjelasan St. Thomas Aquinas, sebab pertanyaan/ keberatan serupa
juga pernah ditanyakan kepadanya. Yaitu: 1) Kalau Allah adalah Roh (Yoh
4:24) dan tidak bertubuh, maka bagaimana mungkin istilah “duduk di
sebelah kanan” dapat digunakan di sini, sebab “duduk” itu mengacu kepada
sikap tubuh. 2) Kalau dikatakan bahwa Kristus duduk di sisi kanan,
artinya Bapa duduk di sisi kiri Kristus, sepertinya tidak mungkin
demikian….
St. Thomas Aquinas menjawab keberatan/ pertanyaan ini, dengan mengacu
kepada teks Kitab Suci, Mrk 16:19: “Sesudah Tuhan Yesus berbicara
demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga, lalu duduk (kathizō) di sebelah kanan Allah.”
“Saya menjawab, kata “duduk (kathizō)” mempunyai arti ganda; yaitu “tinggal (abide)” seperti dalam ayat Luk 24:49, “Tetapi kamu harus tinggal (kathizō)
di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari
tempat tinggi,” dan juga “kuasa kerajaan/ pemerintahan”, sebagaimana
dalam Ams 20:8: “Raja yang bersemayam (kathizō ) di atas kursi
pengadilan dapat mengetahui segala yang jahat dengan matanya.” Nah,
dalam kedua arti inilah Kristus dikatakan “duduk” di sisi kanan Allah
Bapa. Pertama-tama, sebab Ia tinggal secara kekal dan tak tergantikan
dalam kebahagiaan Allah Bapa, maka Ia disebut sebagai tangan kanan-Nya,
menurut Mzm 16:11, “…di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di
tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.” Maka St. Agustinus mengatakan (De Symb.
i), “Duduk di sebelah kanan Allah Bapa’: Duduk artinya tinggal, seperti
kita mengatakan tentang siapapun: ‘Ia duduk di negara itu selama tiga
tahun’: Maka, percayalah, bahwa Kristus tinggal di sebelah kanan Allah
Bapa: sebab Ia bahagia dan tangan kanan Bapa adalah istilah bagi
nikmat-Nya.” Kedua, Kristus dikatakan duduk di sebelah kanan Allah Bapa,
karena Ia berkuasa bersama Bapa, dan mempunyai kuasa memerintah dari
Dia, seperti seseorang yang duduk di sebelah kanan raja membantu sang
raja dalam memerintah dan menghakimi. Maka St. Agustinus mengatakan (De Symb.
ii): “Dengan istilah ‘tangan kanan’, pahamilah kuasa yang diterima oleh
Orang ini yang dipilih Allah, sehingga dapat datang untuk mengadili,
yang dulunya datang [ke dunia] untuk diadili.
Jawaban untuk keberatan 1): Sebagaimana dikatakan oleh St. Damaskinus (De Fide Orth.
IV): “Kita tidak berbicara tentang sebelah kanan Allah Bapa sebagai
sebuah tempat, sebab bagaimanakah mungkin sebuah tempat ditandai sebagai
sebelah kanan-Nya, padahal DiriNya sendiri berada mengatasi segala
tempat? Sebelah kanan dan kiri merupakan sesuatu yang ditentukan oleh
suatu batasan. Namun kita mengartikan, sebelah kanan Allah Bapa, sebagai
kemuliaan dan penghormatan bagi Allah.
Jawaban terhadap keberatan 2): Argumen
ini baik seandainya ‘duduk di sebelah kanan’ itu diartikan secara
lahiriah. Oleh karena itu St. Agustinus (De Symb. i)
mengatakan: “Jika kita menerimanya dalam arti jasmani bahwa Kristus
duduk di sebelah kanan Allah Bapa, maka Bapa akan duduk di sebelah kiri.
Tetapi di sana”, yang adalah kebahagiaan/nikmat kekal, “itulah tangan
kanan, sebab tak ada kesengsaraan di sana.”….” (Summa Theology III, q. 58, a.1)
Dengan penjelasan ini, kita mengetahui bahwa Gereja mengartikan
istilah ‘duduk di sebelah kanan Allah Bapa’ tidak terbatas dengan
pengertian kata duduk sebagaimana kita pahami pada dua orang yang duduk
bersebelahan. Karena kata ‘duduk’ sendiri mempunyai arti yang lebih luas
dari sekedar meletakkan tubuh kita sedemikian di kursi/ tempat duduk.
Maka Yesus dikatakan ‘duduk’ di sebelah kanan Allah Bapa, karena Ia
tinggal bersama-sama Bapa dan mempunyai kuasa kepemimpinan, yang
diterima-Nya dari Allah Bapa.
Sumber : http://katolisitas.org
0 comments:
Post a Comment